Ini bukan perjalanan main-main.
21-24desember… menjadi
tanggal yang begitu bermakna sepanjang tahun 2012. Untukku.
Tawaran kawan yang mengajak saya untuk mendaki Gunung
Slamet akhirnya saya iyakan. Kebetulan saya sudah free dari kampus, tidak
mendapat halangan apa-apa termasuk datang bulan. Menurut saya ini sudah menjadi
pertanda untuk saya mencoba mengarungi jalan ini. Mendaki gunung. Sebetulnya
sudah sejak lama ada niat untuk mencoba tapi kemudian ada beberapa halangan
dimana-mana yang membuat saya urung melakukannya. Kata kawan saya; takkan lari
gunung dikejar; kata-kata yang kemudian saya pegang benar. Berkat kesabaran,
sampai lah saya pada kesempatan untuk melakukan pendakian yang sebenarnya.
Berangkat dari Jogja tanggal 21desember pagi menuju
Kutoarjo. Kebetulan saya ikut tim yang keseluruhannya ada disana. Ada beberapa
kejadian yang kemudian membuat saya berpikir ulang, pertama ketinggalan kereta,
berikutnya begitu pindah dari stasiun menuju terminal, dihadang hujan lebat.
Membaca keadaan ini, dipikiran saya terbersit, apakah ini pertanda bahwa saya
tidak boleh berangkat? Dua kali dihalangi jalannya, yang ketiga biasanya sudah
dibiarkan saja, kata kawan saya. Saya kemudian minta pendapat kawan saya yang
lain, tapi malah saya kemudian ditanya balik; siap gak? Sebetulnya hati saya
sedikit ciut. Tapi kata dia; “ah itu Cuma mitos. Pas kebetulan aja lagi ujan,
lagipula kan ini memeang musim ujan.”
Saya tanyai diri saya sendiri, dan baru kemudian
memantapkan hati. Akhirnya pun saya berangkat dengan bus menuju Kutoarjo.
Sampai disana tengah hari, kami packing ulang. Sekita jam 2 siang kami
berangkat menuju Purwokerto. Sudah mulai gelap ketika kami sampai diterminal
purwokerto, dan itu berarti tidak ada lagi angkutan menuju Bambangan,
Purbalingga. Akhirnya kami dihampiri kondektur angkot, menawari kami untuk
menyewa angkotnya menuju base camp pendakian. Karena katanya angkutan menuju
kesana sudah tidak ada, kami harus menunggu pagi jika memang benar ingin
menunggu. Tapi setelah bermufakat, kami memutuskan untuk menyewanya saja.
Lumayan mahal untuk sekali jalan; 250ribu.
Jam 9 kami makan malam, dan kemudian tidur, menunggu
esok pagi untuk memulai pendakian.
Jam 3pagi kami bangun untuk bersiap-siap, dan packing
ulang. Barang-barang yang tidak perlu ditinggalkan di basecamp supaya
mengurangi beban isi carrier. Dan pada jam itu sudah banyak para pendaki lain
yang mulai berdatangan. Katanya ada yang naik truk sayur dan membayar 15ribu
per orang.
Tim saya siap prepare jam 5 pagi. Kemudian kami
bersiap memulai pendakian. Tapi akhirnya urung karena hujan kembali turun. Kami
menunggu sekitar 2 jam. Barulah pada pukul 7 kami benar-benar memulai
perjalanan.
Itu benar-benar menjadi pagi yang indah bagi saya.
Udara yang sejuk segar, meskipun saya sampai menggigil kedinginan, tapi
kesegarannya membuat saya mengabaikan rasa dingin yang menusuk. Saya dan tim
sempat berfoto digapura jalur pendakian.
Semuanya mendaki dengan ceria, saya mendapat tim yang
kompak. Dan itu sangat membahagiakan. J
Perjalanan kami agak terhambat oleh jalur yang agak
kabur. Kami akhirnya mengikuti jalan air. Sampai pada akhirnya sekitar pukul 10
masing-masing dari kami menyadari kalau kami telah tersesat. Logika pertama,
sebelum kami sudah ada rombongan pendaki yang memulia perjalanan, dan kami
menyusul tidak terlalu lama dari mereka, tapi kami kemudian tidak menemukan
jejak mereka. Logika kedua, jalan yang kami ambil benar-benar tinggal jalan
air, sama sekali tidak terlihat sebagai jalur pendakian yang sering dilalui
orang. Logika kedua, diseputaran jalan yang kami ambil masih penuh semak
belukar hingga kami harus membabatnya dengan parang.
Akhirnya diputuskan untuk kembali turun, mencari jalur
yang benar.
Salah satu anggota tim saya ketemu bapak-bapak
penduduk setempat yang sedang menyadap getah pinus, beliau berbaik hati
mengantarkan kami ke jalur pendakian.